KAJIAN TENTANG DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP LINGKUNGAN

Oleh : Rozi

Mahasiswa Magister Pengelolaan Sumber Daya Alam Universitas Bengkulu

ABSTRAK

Perubahan iklim tidak lagi sebagai isu, tetapi telah menjadi kenyataan yang memerlukan tindakan nyata secara bersama pada tingkat global, regional maupun nasional. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang dipicu oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK), yaitu CO2, CH4, N2O, SF6, HFC, dan PFC yang terjadi akibat aktivitas manusia seperti pemanfaatan bahan bakar fosil, pengembangan industri, limbah, usaha pertanian dan peternakan, dan konversi lahan yang tidak terkendali. Aktivitas tersebut mengakibatkan terperangkapnya radiasi di atmosfer sehingga meningkatkan suhu permukaan bumi secara global. Dampak perubahan iklim telah diakui sebagai ancaman terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi suatu masyarakat. Kajian tentang perubahan iklim serta dampaknya terhadap lingkungan terutama kehidupan masyarakat sangat diperlukan, agar masyarakat lebih menyadari akan manfaat peran serta masyarakat dalam upaya mengatasi perubahan iklim dengan aksi adaptasi dan mitigasi yang perlu dilakukan secara integral antar semua sektor.

Kata Kunci : Perubahan Iklim, GRK, Adaptasi, Mitigasi

PENDAHULUAN

Indonesia yang merupakan negara kepulauan, sangat rentan terhadap dampak dari perubahan iklim. Di Indonesia bencana akibat perubahan iklim sebagian besar berupa bencana hidrometeorologis. Data BNPB 2011 menunjukkan bencana banjir, tanah longsor, dan banjir disertai tanah longsor mencapai 57% dari total bencana yang terjadi di Indonesia. Berbagai kejadian bencana telah memberikan pengalaman empiris pada masyarakat Indonesia dalam hal menghadapi dan mengurangi risiko bencana (Dewi, 2015).

Perubahan suhu dan pola curah hujan adalah sebuah kenyataan dari perubahan iklim yang harus dihadapi manusia di bumi. Indikator perubahan ini adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi. Kenaikan suhu permukaan bumi ini disebutkan dalam laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). Secara global, suhu diperkirakan meningkat 0.2-1.5 derajat celcius dalam jangka waktu 30 tahun mendatang (Adger et al., 2007). Para ilmuwan menghubungkan peningkatan suhu bumi ini dengan efek gas rumah kaca (GRK). Faktor pendorong utama peningkatan konsentrasi GRK ini disebabkan oleh aktivitas manusia dalam mengelola lingkungan hidupnya (Nakagawa, 2015 dalam Lahay, 2020).

Perubahan iklim tidak lagi sebagai isu, tetapi telah menjadi kenyataan yang memerlukan tindakan nyata secara bersama pada tingkat global, regional maupun nasional. Pemanasan global akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21 apabila tidak ada upaya menanggulanginya. Banjir adalah bencana yang paling sering terjadi (34%), diikuti longsor (16%). Kemungkinan pemanasan global akan menimbulkan kekeringan dan curah hujan ekstrim, yang pada gilirannya akan menimbulkan bencana iklim yang lebih besar (IPCC 2007). Laporan United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA) mengindikasikan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap bencana akibat perubahan iklim.

Indonesia pernah dituding sebagai negara terbesar ketiga penghasil GRK dunia, terutama akibat perubahan tata guna lahan dan penggundulan hutan. Namun, berdasarkan hasil inventori GRK yang dilakukan oleh UNFCCC (2006), Indonesia berada dalam urutan ke-16 dari 20 negara pengemisi GRK terbesar di dunia. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK), yaitu CO2, CH4, N2O, SF6, HFC, dan PFC terjadi akibat aktivitas manusia seperti pemanfaatan bahan bakar fosil, pengembangan industri, limbah, usaha pertanian dan peternakan, dan konversi lahan yang tidak terkendali. Aktivitas tersebut mengakibatkan terperangkapnya radiasi di atmosfer sehingga meningkatkan suhu permukaan bumi secara global (Surmaini, 2011).

Dampak perubahan iklim sangat kompleks karena terjadi pada berbagai sektor yang mencakup bebagai aspek kehidupan, antara lain kesehatan, pertanian, kehutanan, infrastrukur, transportasi, pariwisata, energi dan sosial. Potensi bencana terkait perubahan iklim menempati hampir 80% dari berbagai bencana alam yang ada di dunia (Sultonulhuda dkk., 2013). Potensi bencana tersebut antara lain banjir, kekeringan, angin puting beliung, erosi lahan, abrasi pantai, kebakaran hutan, wabah penyakit dan rawan pangan (Dewi, 2016).

Dampak dan ancaman Perubahan iklim telah diakui sebagai ancaman terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi suatu masyarakat. Adanya pergeseran cara memandang yang melihat faktor penyebab dan akibat perubahan iklim tidak lagi semata persoalan lingkungan hidup, namun lebih terkait dengan pola strategi pembangunan yang dijalankan selama ini. Akibatnya berpengaruh pada stabilitas ekonomi makro negara, regional bahkan global. Untuk merespon ancaman tersebut, pendekatan strategi pembangunan harus melibatkan seluruh sektor strategis pembangunan, mulai dari sektor yang berpengaruh pada kesediaan pangan sampai pada infrastruktur fisik melalui strategi pembangunan yang mengadopsi pengarusutamaan (mainstreaming) perubahan iklim. Disisi lain persoalan koordinasi antar sektor masih menjadi kelemahan birokrasi dalam mewujudkan pembangunan yang menyeluruh, efektif dan efesien.

Kajian terkait perubahan iklim serta dampaknya terhadap lingkungan terutama kehidupan masyarakat sangat diperlukan agar masyarakat lebih menyadari akan manfaat peran serta masyarakat dalam upaya mengatasi perubahan iklim dengan aksi adaptasi dan mitigasi.

ISI TULISAN

Pengertian Perubahan Iklim

Perubahan iklim merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan berubahnya pola iklim dunia yang mengakibatkan fenomena cuaca yang tidak menentu. Perubahan iklim terjadi karena adanya perubahan variabel iklim, seperti suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu yang panjang antara 50 sampai 100 tahun (Kementerian Lingkungan Hidup, 2004). Perubahan iklim juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca yang tidak stabil sebagai contoh curah hujan yang tidak menentu, sering terjadi badai, suhu udara yang ekstrim, serta arah angin yang berubah drastis (Ratnaningayu, 2013 dalam Hidayati, 2015).

Menurut Santoso (2015), perubahan iklim adalah fenomena global yang dipicu oleh kegiatan manusia terutama yang berkaitan dengan penggunaan bahan bakar fosil dan kegiatan alih guna lahan. Fenomena perubahan iklim diawali dengan menumpukknya berbagai gas yang dihasilkan dari kegiatan tersebut pada atmosfer. Diantaranya adalah gas Karbondioksida (CO2), Metana (CH4), dan N2O. Gas – gas tersebut memiliki sifat kekhususan seperti kaca yang bersifat meneruskan radiasi gelombang pendek atau cahaya matahari, tetapi menyerap dan memantulkan radiasi gelombang panjang atau radiasi balik yang dipancarkan Bumi yang bersifat panas sehingga suhu atmosfer Bumi meningkat.

Perubahan iklim adalah kondisi beberapa unsur iklim yang intensitasnya cenderung berubah atau menyimpang dari dinamika dan kondisi rata-rata menuju ke arah tertentu (meningkat atau menurun). Selain meningkatkan suhu bumi, perubahan iklim juga menyebabkan meningkatnya frekuensi kejadian anomali iklim, pergeseran dan ketidaktentuan curah hujan dan musim serta meningkatnya permukaan air laut (Las et al 2011 dalam Ramadhani, 2020).

Dampak Perubahan Iklim pada Beberapa Sektor

Dampak dari pemanasan global (Global Warming) akan mempengaruhi pola presipitasi, evaporasi, water run-off, kelembaban tanah dan variasi iklim yang sangat fluktuatif secara keseluruhan dapat mengancam keberhasilan produksi pangan (Hidayati, 2015).

Menurut Surmaini (2011), dampak perubahan iklim yang begitu besar merupakan tantangan bagi sektor pertanian. Pengkajian dampak perubahan iklim telah dilakukan antara lain terhadap 1) sumber daya pertanian, seperti pola curah hujan dan musim (aspek klimatologis), sistem hidrologi dan sumber daya air (aspek hidrologis), serta keragaan dan penciutan luas lahan pertanian di sekitar pantai, 2) infrastruktur/sarana dan prasarana pertanian, terutama sistem irigasi dan waduk, 3) sistem produksi pertanian, terutama sistem usaha tani dan agribisnis, pola tanam, produktivitas, pergeseran jenis dan varietas dominan, produksi, serta 4) aspek sosial-ekonomi dan budaya.

Dalam penelitian Patriana (2011 dalam Isdianto, 2019), terdapat dua jenis dampak yang disebabkan oleh perubahan iklim. Kedua dampak tersebut adalah dampak ekologis dan dampak sosial ekonomi. Perubahan ekologis yang terjadi adalah perubahan musim ikan serta kekacauan musim angin. Perubahan musim ikan disebabkan karena adanya kenaikan suhu lautan serta salinitas laut yang berakibat pada perpindahan ikan-ikan. Sementara dampak sosial-ekonomi yang disebabkan oleh perubahan iklim adalah sulitnya menentukan wilayah serta musim penangkapan ikan. Perubahan iklim yang menyebabkan kekacauan cuaca serta perubahan pola migrasi ikan membuat nelayan kesulitan dalam menentukan waktu maupun wilayah yang tepat untuk mencari ikan. Menurut Chen (2008), UNEP (2009), dan Tauli-Corpuz (2008) yang dikutip Patriana (2011), Dampak lain dari perubahan iklim yang berdampak bagi perubahan pada kegiatan produksi nelayan adalah perubahan pola angin.

Pertanian, perkebunan dan perikanan adalah contoh dari sektor utama pembangkit ekonomi sekaligus pilar penyangga ketahanan pangan. Oleh sebab itu adanya faktor luar terhadap kondisi iklim yang dapat mengganggu sudah pasti berpengaruh buruk pada sumber-sumber ekonomi tadi. Dalam lingkup lokal ancaman dan dampak perubahan iklim berpotensi menimbulkan gangguan ekonomi secara mikro. Bila saja ancaman perubahan iklim ini terlambat untuk diantisipasi secara nasional maka dapat dipastikan terjadi gangguan ekonomi secara makro. Artinya begitu besar tantangan yang harus dibenahi yang membutuhkan upaya luar biasa, mulai dari rencana pembangunan, dukungan pendanaan dan tentunya teknologi (Iklim, 2012).

Mengingat bahwa dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat mempengaruhi aktivitas kehidupan manusia dan ekosistem lainnya, diperlukan kemampuan untuk menghadapinya. Terdapat dua strategi yang dapat ditempuh sebagai bentuk respon menghadapi dampak, yaitu adaptasi dan mitigasi (Lahay, 2020).

Upaya Menghadapi Perubahan Iklim

Mengantisipasi dampak perubahan iklim perlu dilakukan upaya mitigasi dan adaptasi. Menurut Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK, 2016 dalam Ramadhani, 2020), adaptasi perubahan iklim adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dalam menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim berkurang, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan, dan konsekuensi yang timbul akibat perubahan iklim dapat diatasi. Mitigasi Perubahan Iklim adalah serangkaian kegiatan preventif yang dilakukan dalam upaya menurunkan tingkat emisi gas rumah kaca sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim.

Di Indonesia, pelaksanaan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim perlu dilakukan secara integral antar semua sektor. Dalam bidang kehutanan semisal, menurut data State of the World’s Forests 27 yang dikeluarkan the United Nations Food & Agriculture Organizations (FAO), angka deforestasi Indonesia 2000 – 2005 1,8 juta hektar/tahun, dengan laju deforestasi 2% per tahun. Penyebabnya ketidakmampuan aparat penegak hukum untuk menegakkan aturan untuk menghentikan aksi-aksi destructive logging. Padahal segala dampak nyata akibat kerusakan hutan telah dirasakan, banjir, kekeringan, erosi, longsor, sedimentasi dan sebagainya (Santoso, 2015).

Dalam penelitiannya Dewi (2016), kearifan tradisional dapat menjadi mitigasi bencana longsor dan banjir. Kemampuan mitigasi bencana akibat perubahan iklim tersebut dipengaruhi oleh adat istiadat yang secara kuat harus dipegang teguh oleh masyarakat dalam menjalankan kehidupan. Kemampuan mitigasi bencana masyarakat dengan cara masyarakat mengkonservasi hutan, meletakan bangunan, membangun infrastruktur dan pola ruang. Kemampuan mitigasi bencana berbasis kearifan tradisional tersebut harus didukung oleh kebijakan pemerintah.

Menurut Surmaini (2011) dalam penelitiannya, upaya menghadapi perubahan iklim pada sektor pertanian yaitu dengan teknologi mitigasi dan teknologi adaptasi. Berdasarkan kajian dampak tersebut telah dihasilkan berbagai teknologi mitigasi untuk mengurangi emisi GRK, perbaikan aktivitas/praktek dan teknologi pertanian, serta teknologi adaptasi dengan melakukan penyesuaian dalam kegiatan dan teknologi pertanian. Teknologi mitigasi untuk mengurangi emisi GRK dari lahan pertanian antara lain adalah penggunaan varietas rendah emisi serta teknologi pengelolaan air dan lahan. Teknologi adaptasi bertujuan melakukan penyesuaian terhadap dampak dari perubahan iklim untuk mengurangi risiko kegagalan produksi pertanian. Teknologi adaptasi meliputi penyesuaian waktu tanam, penggunaan varietas unggul tahan kekeringan, rendaman, dan salinitas, serta pengembangan teknologi pengelolaan air.

Sejalan dengan Supriadi (2014), dalam penelitiannya menjelaskan bahwa upaya untuk mengatasi perubahan iklim pada tanaman kopi dapat dilakukan melalui penerapan teknologi budaya yang bersifat adaptif sekaligus mitigatif. Teknologi tersebut adalah pengolahan lahan (pengolahan lahan sistem TOT, penggunaan mulsa dan pembuatan rorak), pengelolaan tanaman (bahan tanaman unggul, pengembamgan dan peremajaan, penanaman tanaman penaung, pemangkasan, penanaman tanaman penutup tanah dan penggunaan pupuk organik) dan pengelolaan air (embung dan sistem irigasi).

Selain itu, penguatan kemampuan adaptasi masyarakat menghadapi perubahan iklim adalah hal yang penting. Identifikasi sumber daya yang ada untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi masyarakat perlu dilakukan. Penguatan kapasitas adaptasi dapat dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Pengetahuan adalah sesuatu yang penting dan sebagai faktor penentu dalam kapasitas adaptif. Kurangnya pengetahuan dapat menjadi kendala dalam upaya menghadapi dampak perubahan iklim Williams et al., (2015). Penguatan kapasitas masyarakat ini dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu pembentukan forum adaptasi masyarakat dan sosialisasi; dan penyusunan Rencana Aksi Adaptasi Masyarakat Berbasis Ekosistem (Lahay, 2020).

Berbagai permasalahan yang mungkin berbenturan dengan kepentingan sosial dan ekonomi masyarakat akibat penerapan kegiatan-kegiatan pengurangan emisi, seperti di sektor kehutanan dapat diantisipasi dengan mengusulkan agroforestri sebagai kegiatan dispensasi. Agroforestri adalah merupakan model pengelolaan hutan yang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas lahan berupa hasil hutan, hasil pertanian/peternakan/perikanan sehingga masyarakat dapat memperoleh hasil dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Prinsip dalam agroforestri adalah keseimbangan lingkungan, ekonomi dan sosial (Butarbutar, 2012).

Agroforestri dapat dikembangkan untuk memitigasi dan mengadaptasi perubahan iklim dengan alasan-alasan sebagai berikut: a) Pencampuran jenis pohon penghasil kayu, buah dan lain-lain, merupakan salah satu model tanaman campuran, karena campuran jenis lebih baik dari tanaman sejenis; b) Pencampuran jenis yang didasarkan pada sifat toleransi (canopy dan understory), akan memanfaatkan seluruh cahaya untuk fotosintesa; c) Pencampuran perbedaan umur; d) Penggabungan nilai ekonomi, sosial dan budaya sehingga perubahan vegetasi dapat berjalan seiring dengan perubahan sosial dan budaya secara berangsur yang dapat disesuaikan dengan perubahan iklim dan e) Dapat digunakan sebagai model untuk memfasilitasi perubahan kelompok vegetasi menjadi kelompok yang baru (adaptasi), seperti teori perubahan vegetasi melalui perladangan berpindah-pindah yang teratur (Butarbutar, 2012).

Sejalan dengan penelitian Lestari (2014), pengembangan agroforestri ini untuk mendukung aksi nasional mitigasi perubahan iklim karena kemampuannya dalam menyerap karbon, serta menciptakan iklim mikro yang lebih kondusif bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Untuk mendukung kelestarian agroforestri, perlu introduksi teknologi budidaya sehingga produktivitas lahan dan tanaman agroforestri petani lebih meningkat, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. Selain itu, penyuluhan mengenai “perubahan iklim” serta dampaknya terhadap kehidupan masyarakat sangat diperlukan agar masyarakat lebih menyadari akan manfaat agroforestri yang mereka kembangkan. Diharapkan masyarakat tidak mengkonversi tanaman agroforestri di lahan milik mereka dengan tanaman monokultur pertanian, kecuali tanaman perkebunan buah-buahan yang memiliki penyerapan dan sekuestrasi karbon tidak jauh berbeda dari tanaman hutan.

SIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa :

  1. Perubahan iklim merupakan fenomena global yang dipicu oleh peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK), yaitu CO2, CH4, N2O, SF6, HFC, dan PFC yang terjadi akibat aktivitas manusia seperti pemanfaatan bahan bakar fosil, pengembangan industri, limbah, usaha pertanian dan peternakan, dan konversi lahan yang tidak terkendali.
  2. Dampak perubahan iklim telah diakui sebagai ancaman terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi suatu masyarakat.
  3. Strategi untuk menghadapi perubahan iklim adalah dengan upaya aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang perlu dilakukan secara integral antar semua sektor.

UCAPAN TERIMA KASIH

            Penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar – besarnya kepada :

  1. Allah SWT atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini
  2. Prof. Dr. Ir. Urip Santoso, M.Sc sebagai Dosen Pengampu Mata Kuliah Penyajian Ilmiah yang telah memberikan bimbingan, arahan mengenai cara penulisan dan penyusunan Karya Ilmiah yang baik dan benar
  3. Kedua orang tua, Ibu Dahlia dan Bapak Muhammad Jani yang selalu setia mendoakan dan mendukung penulis untuk terus belajar
  4. Ucapan terima kasih secara khusus penulis sampaikan kepada istri tercinta, “Lise Umami” dan buah hati tersayang, “Aqila dan Qiano” yang selalu memberikan doa, dukungan, serta bantuan moril sehingga mempelancar penulisan karya ilmiah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Butarbutar, T. (2012). Agroforestri untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan9(1), halaman : 1-10.

Dewi, I. K., & Istiadi, Y. (2016). Mitigasi bencana pada masyarakat tradisional dalam menghadapi perubahan iklim di kampung naga kecamatan salawu kabupaten tasikmalaya (disaster mitigation on traditional community against climate change in kampong naga subdistrict salawu tasikmalaya). Jurnal Manusia dan Lingkungan23(1), halaman : 129-135.

Hidayati, I. N., & Suryanto, S. (2015). Pengaruh perubahan iklim terhadap produksi pertanian dan strategi adaptasi pada lahan rawan kekeringan. Jurnal Ekonomi & Studi Pembangunan16(1), halaman : 42-52.

Iklim, D. N. P. (2012). Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim Indonesia. Kerjasama Bappenas, Kementrian Lingkungan Hidup, dan DNPI.

Isdianto, A., & Luthfi, O. M. (2019). Persepsi Dan Pola Adaptasi Masyarakat Teluk Popoh Terhadap Perubahan Iklim. Jurnal Ilmu Kelautan SPERMONDE5(2), halaman : 77-82.

Lahay, R. J., Koem, S., & Nasib, S. K. (2020). Adaptasi Perubahan Iklim Berbasis Masyarakat Melalui Pendekatan Ekosistem Di Desa Ilodulunga Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ7(2), halaman : 170-178.

Lestari, S., & Premono, B. T. (2014). Penguatan agroforestri dalam upaya mitigasi perubahan iklim: kasus Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan11(1), 29122.

Ramadhani, F. P., & Hubeis, A. V. S. (2020). Analisis Gender dalam Upaya Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim. Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM]4(2), halaman : 155-166.

Santoso, W. Y. (2015). Kebijakan nasional Indonesia dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Hasanuddin Law Review1(3), halaman :  371-390.

Supriadi, H. (2014). Budidaya tanaman kopi untuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Perspektif13(1), halaman :  35-48.

Surmaini, E., Runtunuwu, E., & Las, I. (2011). Upaya sektor pertanian dalam menghadapi perubahan iklim. Jurnal Litbang Pertanian30(1), halaman :  1-7.

Tinggalkan komentar